Sunday, January 4, 2009

Lima Proyek Baru
BARU DUA PROYEK PT JASA MARGA TBK YANG HAMPIR SELESAI PEMBEBASAN LAHANNYA

JAKARTA - Pelaksanaan beberapa proyek baru PT Jasa Marga Tbk (JSMR) bisa jadi tertunda. Pasalnya dari 5 proyek yang akan digarap di tahun 2009, baru dua proyek yang hampir selesai masalah pembebasan lahannya, yaitu proyek tol Bogor Ring Road dan Semarang-Solo. Itupun masih ada sisa lahan yang belum selesai dibebaskan.

Direktur Utama JSMR, Frans S. Sunito mengakui, bahwa pihaknya bisa menuggu kabar dari pemerintah. Menurutnya pihaknya sama sekali tak memiliki kewenangan dalam masalah tersebut. "Itu semua wewenang pemerintah melalui Departemen PU" katanya. Ia menambahkan bahwa sebagai investor, pihaknya hanya tinggal melakukan penggantian investasi saja jika semuanya sudah diselesaikan.

Senada dengan Frans, Direktur Keuangan JSMR, Reynadi Hermansjah mengatakan, bahwa untuk pembebasan lahan, yang hampir pasti beres, adalah proyek tol Bogor Ring Road dan tol Semarang-Solo. Namun ia juga membenarkan bahwa, proyek tol Bogor Ring Road masih ada lahan yang belum selesai. Sedang untuk proyek tol Semarang-Solo pembebasan lahan juga baru mencapai Semarang-Ungaran. “Pembebasan lahan kan perlu proses yang banyak, namun kita tetap optimis target tercapai” jelasnya.

Sementara itu Kepala BPJT, Nurdin Manurung mengatakan bahwa untuk proyek tol Bogor-Ring Road, Semarang-Solo, dan Gempol-Pasuruan pemerintah telah memberikan dana BLU. Pemerintah sendiri telah menyediakan dana BLU sebesar Rp 1,44 triliun untuk proyek tol trans Jawa.

Proyek 5 jalan tol JSMR yang total berjarak 165 km itu, terdiri dari proyek tol Bogor Ring Road, Semarang Solo, Gempol-Pasuruan dan 2 proyek bagian dari JORR (Jakarta Outer Ring Road) yaitu Serpong-Kunciran dan Kunciran-Cengkareng. Keseluruhan proyek ini diperkirakan akan memakan biaya 17 triliun dan selesai 2012. Pembiayaannya 70 persen dari perbankan dan sisanya dari equity. "Yang 30 persen itu berupa kerjasama dengan mitra lain, dan kita punya porsi 55 persen dari itu" kata Reynadi. Untuk proyek tol Bogor Ring Road, Semarang-Solo dan Gempol-Pasuruan, JSMR telah mendapatkan dana Rp 7 triliun dari Bank Mandiri, BNI, BRI dan Bank Jabar.

Dua proyek bagian dari JORR sendiri akan menghabiskan dana Rp 3,5 triliun. Pendanaan 2 proyek itu juga masih belum jelas hingga sekarang. "Saat ini sedang kita jajaki pendanaannya melalui perbankan" kata Reynaldi. Khusus untuk proyek tol Bogor Ring Road, sebagain besar lahan untuk proyek telah berhasil dibebaskan. Diperkirakan sesi 1 proyek tol ini akan selesai di triwulan II tahun 2009.

Masalah pembebasan lahan memang selalu menjadi isu sensitif dalam pengembangan proyek jalan tol. Seperti contoh kasus sengketa tanah dalam pembangunan proyek tol Serpong-Ulujami di tahun 2007, dengan salah seorang warga yang mengklaim lahan tol Ulujami. Bahkan kala itu sempat terjadi pemblokiran jalan oleh warga yang merasa tidak puas. Kasus lain lagi adalah tertundanya pengoperasian tol Cikunir hingga hampir 2 tahun, juga akibat macetnya agenda pembebasan lahan. Walaupun akhirnya di tahun 2007, tol Cukinir resmi dioperasikan sebagai bagian dari proyek JORR.

Tahun ini JSMR juga akan melakukan pengembangan pada jalan tol yang sudah beroperasi. Diantaranya adalah pemindahan gerbang tol (GT) TMII ke Cimanggis, dan GT pondok gede ke Cibitung. Hal tersebut dilakukan untuk menyederhanakan transaksi dan kepadatan di GT tersebut. Dalam pemindahan GT ini, Frans menjamin tidak ada pembebasan lahan baru lagi. Lahan yang dipakai sepenuhnya masih menjadi asset JSMR. "Selain itu kita juga akan membangun jalur baru di tol Jagorawi, Cikampek, dan Sudiyatmo" katanya.

Terkait dengan kelanjutan proyek tol Sumo, Reynaldi mengatakan bahwa JSMR tetap akan berperan dalam proyek ini. Ia menambahkan bahwa sudah ada pernyataan dari PT Moeladi untuk mengakuisisi saham mayoritas. Hingga kini pemegang sahamnya mayoritas adalah PT Moeladi, sedangkan JSMR hanya memiliki 1,7 persen saja. Tahun 2008 lalu, memang pernah terjadi konfik dalam proyek ini. Kala itu pemilik konsesi Sumo PT Marga Nujyasumo Agung, berencana menjual sebagian besar sahamnya karena mengalami kesulitan pendanaan. Proses pembebasan lahannya pun kemudian dihentikan oleh P2T (Panitia Pembebasan Tanah). PT Wijaya Karya yang juga bertindak sebagai kontraktor proyek, akhirnya menyampaikan minatnya mengakuisisi proyek ini.

Namun di saat yang sama, PT Moeladi sebagai pemegang saham utama PT Marga Nujyasumo Agung (MNA) juga menawarkan sahamnya kepada JSMR. Bahkan akhirnya terjadi kesepakatan antara PT Marga Nujyasumo Agung dengan JSMR, dan kemudian dilakukan due diligent oleh JSMR. Kontan saja hal tersebut membuat PT Wijaya Karya merasa dilangkahi oleh JSMR.

Reynaldi sendiri mengatakan bahwa dari hasil pembicaraan dengan PT MNA, telah disepakati JSMR dan WIKA bersama-sama menjadi pemegang saham sebesar 75 persen. “WIKA maksimal pegang 20 persen dan JSMR minimum pegang 55 persen” ujarnya. Ia menambahkan bahwa kesepakatan tersebut sekarang telah disampaikan kepada Menteri Pekerjaan Umum. “Kita belum berani menargetkan kapan pelaksanaannya, karena kita masih menunggu keputusannya” terangnya.

Dalam kaitan dengan masalah Sumo, Nurdin Manurung mengatakan bahwa, menurut Perpres No 67 tahun 2005, transaksi saham dalam proyek ini tidak boleh dilakukan sebelum ruas jalan tol tersebut beroperasi. Namun dalam perjanjian PPJT, transaksi tersebut dimungkinkan jika ada persetujuan dari Menteri Pekerjaan Umum. Ia mengatakan bahwa sejak 2008 lalu, pemerintah sudah berkali-kali melayangkan surat peringatan kepada PT Marga Nujyasumo Agung untuk meminta kejelasan atas konsorsium baru. “Namun pernyataan mereka selalu berubah-ubah” kata Nurdin. Ia sendiri berharap pihak MNA segera memberikan kejelasan siapa konsorsium baru itu untuk dinilai kelayakannya. Nurdin juga menyatakan bahwa kelayakan atas konsorsium baru tersebut di dasarkan atas dua hal, yakni konsorsium baru tersebut disetujui oleh sindikasi perbankan, dan kedua konsorsium baru tersebut tidak sedang dalam masalah hukum. “Kalau masih ada kasus hukum di dalamnya, tentu kredit perbankan juga tidak akan cair” terangnya. Lebih lanjut lagi ia mengatakan bahwa, pemerintah tidak mepersoalkan siapa yang akan jadi konsorsium baru, yang penting proyek tersebut bisa kembali dilanjutkan.

Buyback dan Divestasi
Selain agenda pembangunan proyek baru tersebut, JSMR juga masih memiliki agenda lainnya yang bisa saja dilakukan. Antara lain adalah kebijakan buyback yang kemungkinan akan dilanjutkan. Hingga Desember 2008 lalu, JSMR telah mengeluarkan dana Rp 100 miliar dari retained earnings. Dana tersebut telah digunakan untuk buyback 8 juta lembar saham JSMR. Namun begitu, Reynaldi belum berani mengatakan berapa nilai target buyback, hanya target buyback yang diperkirakan akan selesai Januari ini dan tidak akan diperpanjang.

Selain buyback, agenda lain yang bisa saja menjadi pilihan JSMR adalah divestasi penyertaan pada perusahaan asosiasi. Jika dilihat dari laporan keuangan JSMR Q3 tahun lalu, bahwa penyertaan JSMR pada perusahaan asosiasinya, yakni PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP), terjadi tren penurunan. Tercatat bahwa sejak mengakuisisi 335.760.000 saham CMNP hingga 17,79 persen tahun 1997, kepemilikan JSMR atas saham CMNP terus berkurang. Pada Desember 2006, JSMR menjual 271.186.000 saham CMNP, hingga kepemilikannya berkurang menjadi 4,23 persen. Belum cukup sampai disitu, pada tahun 2007 JSMR menjual lagi 1.535.300 saham CMNP. Porsi JSMR pun menyusut menjadi 4,15 persen. Terakhir pada 2008 lalu, JSMR menjual lagi 1.393.500 lembar saham CMNP. Sampai saat ini kepemilikannya menjadi hanya 4,08 persen. Terkait kemungkinan divestasi ini, Reynaldi menyatakan bahwa JSMR bisa saja melakukan divestasi, namun juga tidak tertutup kemungkinan justru akan menaikkan jumlah penyertaan karena posisi kas masih cukup bagus. “Saat ini kita sedang menunggu timing yang tepat untuk itu” jelasnya.

Reynaldi sendiri menyatakan bahwa fundamental JSMR masih cukup kuat. Saat ini masih tersedia dana Rp 3 triliun sisa dana IPO sebagai cash backup yang siap digunakan untuk ekspansi usaha. “Satu atau dua proyek seukuran Sumo masih bisa kita lakukan” ungkapnya. Sekedar untuk diketahui, bahwa nilai investasi untuk proyek tol Sumo adalah Rp 2,23 triliun.

Tahun ini capex yang dianggarkan JSMR adalah sebesar Rp 4,7 triliun dengan pendanaan 40 persen kas internal dan 60 persen direncanakan dari perbankan atau pasar modal. Sebesar Rp 2,3 triliun dari capex tersebut, akan digunakan untuk pembangunan ruas baru. Selebihnya akan digunakan untuk peningkatan kapasitas tol dan kegiatan operasional.

Kenaikan Tarif
Tahun 2009 JSMR juga telah merencanakan akan menaikkan tarif tol lagi. Menurut Reynaldi, besarnya kenaikan masih belum bisa ditentukan, karena masih harus menunggu berapa besarnya inflasi 2007 ke 2009. Sebagai ilustrasi ia mengatakan bahwa, kenaikan tarif toll Sudiyatmo dan Cikampek sebesar 12 persen, adalah karena inflasi dari tahun 2006 ke 2008 sebesar 12 persen. “Kenaikan tariff 2009 diproyeksikan pada bulan September” ucapnya.

Tahun 2009 JSMR memproyeksikan dari semua ruas tol yang dimilikinya akan ada 929 juta transaksi kendaraan. Proyeksi pendapatan usaha tahun 2009 dari JSMR adalah sebesar Rp 3,692 triliun, dengan margin laba usaha 42 persen. Dengan asumsi tahun 2012 kelima proyek barunya tepat selesai, maka JSMR memproyeksikan pendapatan usaha sebesar Rp 7 triliun, dengan sumbangan dari jalan tol baru sebesar Rp 1 triliun.

Posisi kewajiban JSMR hingga Desember tahun lalu adalah sebesar Rp 6 triliun. Sebesar Rp 1,7 triliun adalah pinjaman perbankan, dan sisanya ada dalam bentuk obligasi. Khusus untuk kelanjutan pinjaman dari perbankan, JSMR meyakini ke depan tidak akan ada kesulitan. “Dengan equity di atas Rp 6 triliun, tentu leverage kita besar untuk pinjam dana lagi” jelas Frans S. Sunito. Memang obligasi dan hutang JSMR jatuh temponya masih di atas tahun 2012, setelah proyek barunya selesai dengan catatan, tepat target.




No comments:

Blog Archive