Friday, January 16, 2009

INCO GIAT EKSPLORASI

JAKARTA – PT International Nickel Indonesia Tbk (INCO) masih teruskan kegiatan eksplorasinya meski harga nikel tengah mengalami penurunan. Dari informasinya ke BEI, Indra Ginting, Direktur Hubungan Investor INCO menyatakan, INCO masih akan melanjutkan eksplorasi yang difokuskan di daerah-daerah kontrak karya.

Daerah-daerah eksplorasi INCO dalam kontrak karyanya meliputi Bahodopi, Pomalaa, Kolonodale, Latao dan Soroako, yang semuanya berada di Sulawesi. Untuk biaya eksplorasi INCO telah menganggarkan dana sekitar USD 587.000. Direktur Media Komunikasi dan Perijinan INCO, Jannus Siahaan mengatakan, bahwa tujuan eksplorasi tersebut adalah untuk memastikan jumlah cadangan nikel yang terbukti dari yang terduga. “Sejauh ini hasil pengujiannya masih dalam tahap penghitungan” ujarnya.

INCO juga masih akan meneruskan pembangunan pabrik barunya di Pomalaa dan Bahodopi. Di Pomalaa rencananya INCO akan membangun fasilitas pengolahan pelindian dengan teknologi tinggi (high pressure acid leach) untuk menghasilkan nikel hidroksida. Kapasitas produksinya diperkirakan mencapai 30.000 metrik ton per tahun. Sementara di Bahodopi, INCO akan membangun pabrik pemurnian nikel hidroksida yang kapasitasnya juga mencapai 30.000 metrik ton per tahun. “Sampai saat ini pengembangan di Bahodopi maupun Pomalaa telah melewati tahapan pemaparan AMDAL kepada publik” jelas Jannus. Untuk izin fasilitas pengolahannya sendiri, ia mengakui masih terus dibicarakan intensif dengan kementrian ESDM.

Sektor pertambangan sendiri nampaknya masih akan mengalami tekanan tahun ini. Khususnya untuk nikel, penurunan harga yang terjadi sejak tahun lalu sepertinya masih akan berlanjut di tahun ini. Apalagi banyak pengamat yang menyatakan bahwa banyak sektor akan mengalami oversupply. Bulan Desember tahun lalu cadangan nikel di London Metal Exchange telah mencapai 68.640 ton. Jumlah tersebut meningkat hampir empat kali lipat dari cadangan selama tahun 2007 yang rata-rata mencapai 17.838 ton.

Harga nikel memang sempat mengalami rebound akhir tahun lalu, namun nampaknya masih ada kecenderungan untuk turun lagi. Sebagai gambaran saja, harga nikel mencapai peak di bulan Mei 2007, kala itu tiap ton nikel dihargai USD 51.600. Namun belakangan di beberapa bulan terakhir, harga nikel turun hingga mencapai rata-rata USD 10.841 per ton.

Menurut International Nickel Study Group, tahun 2009 ini total produksi nikel dunia akan mencapai 1,55 juta ton. Sementara itu, permintaan nikel dunia diperkirakan lebih kecil dari total produksinya. Diperkirakan permintaan konsumsi nikel tahun ini hanya berada di bawah 1,44 juta ton.

Menurut Andrian Rusmana, analis Kresna Securities, harga komoditas termasuk nikel, tahun ini masih akan turun. Hal tersebut tentu akan memberikan dampak negatif bagi usaha INCO. Tahun 2008 lalu, harga saham INCO memang sempat naik, namun dengan kondisi seperti sekarang ini, harga saham INCO ke depan masih akan mengalami pelemahan. Ia sendiri tidak merekomendasikan saham ini untuk dikoleksi oleh investor. “Investor sebaiknya menunggu saat yang tepat” ucapnya.

Dari data tahun lalu memang menunjukkan penurunan ASP INCO dari USD 26.500/Mton di Q3 tahun 2007, menjadi USD 15.888/Mton pada Q3 tahun 2008. Hal tersebut mengakibatkan net sales INCO Q3 tahun 2008 turun menjadi USD 313 juta, sebelumnya pada Q3 2007 net sales INCO mencapai USD 562 juta. Dengan adanya penurunan ASP yang disertai penurunan permintaan nikel tentu saja akan berakumulasi pada penurunan penjualannya. Bahkan ketika terjadi kenaikan harga minyak yang cukup drastis tahun lalu, INCO sempat mematikan generator diselnya yang berdaya 88 MW untuk penghematan biaya.

Namun yang cukup memberi angin segar bagi INCO adalah kasnya yang cukup kuat untuk mendanai berbagai proyeknya. Menurut Jannus, selama ini kegiatan usaha INCO selalu didanai dari kas internalnya. Ia juga menolak adanya tudingan INCO belum pernah membayarkan kewajiban konsesinya. “Sebagai perusahaan yang bertanggung jawab, kami selalu memenuhi kewajiban kami” ujarnya.

INCO sendiri adalah produsen nikel yang memiliki daerah eksplorasi di Sorowako, Sulawesi. Sampai saat ini INCO masih memiliki kontrak karya hingga tahun 2025. Saham INCO mayoritas dikuasai oleh Vale Inco Ltd, perusahaan asal Canada dengan 60,8 persen. Vale Inco Ltd sendiri juga sempat menghentikan sementara kegiatan penambangan Copper Cliff South yang terletak di Ontario, Canada. Penghentian tambang berkapasitas 8.000 metrik ton tersebut dikarenakan adanya penurunan harga nikel di pasar dunia. Vale Inco Ltd juga menunda proyek Copper Cliff Deep nya selama setahun. Investasi proyek tersebut diperkirakan mencapai USD 814 juta.

No comments:

Blog Archive