Tuesday, January 27, 2009

WIJAYA KARYA LANJUTKAN BUYBACK KE TAHAP II

JAKARTA – PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) lanjutkan program buyback sahamnya. Dana yang akan digunakan buyback sendiri berasal dari sisa program buyback tahap I sebesar Rp 112,31 miliar. Direktur Utama WIKA, Bintang Prabowo mengatakan, bahwa alasan dilakukan buyback tahap II karena, dinilai aksi buyback sebelumnya berjalan efektif. Rencana ini sendiri telah mendapat persetujuan RUPSLB WIKA, Selasa (27/1).

Pada buyback I, dari 13 Oktober 2008 sampai 13 Januari 2009, WIKA telah berhasil membeli kembali 2,45 persen modal disetor atau senilai Rp 27,69 miliar. Sementara dana yang dicadangkan untuk buyback waktu itu sebesar Rp 140 miliar. Bertindak sebagai broker adalah Mandiri Sekuritas. Namun pihak WIKA belum bersedia menyampaikan level harga saham dalam untuk buyback tahap II tersebut. Menurut Direktur Keuangan WIKA, Ganda Kusuma, pihaknya akan melaporkan dulu ke Bapepam minggu depan. “Bisa jadi bulan Februari kita akan mulai buyback” ujarnya.

Selain kelanjutan buyback ke tahap II, WIKA juga akan mengalihkan sisa dana IPO nya sebesar Rp 307.159.000.000 untuk modal kerja perseroan maupun anak usahanya. “Sebanyak Rp 207,159 miliar akan digunakan untuk modal kerja induk sedang Rp 100 miliar sisanya untuk anak perusahaan” Ganda. Lebuh lanjut ia menjelaskan, bahwa dana Rp 100 miliar untuk anak perusahaan itu terbagi menjadi, Rp 50 miliar untuk Wika Realty, dan masing-masing Rp 25 miliar untuk Wika Intrade dan Wika Beton.

Tahun 2009 sendiri WIKA menganggarkan capex sebesar Rp 250 miliar, dengan Rp 70 miliar diantaranya dari kas internal. Sejumlah Rp 70 miliar akan digunakan untuk pembangunan pabrik Wika Beton dan untuk renovasi bangunan rutin tiap tahun. Sementara itu dana Rp 180 miliar akan digunakan untuk kelanjutan proyek tol Surabaya-Mojokerto (SuMo) dan tahap awal pembangunan IPP Geothermal Tampomas. Untuk PLTG ini sendiri, total investasi yang dianggarkan adalah Rp 374 miliar. “Kita harapkan mulai bulan April, karena saat ini sedang dilakukan pembongkaran oleh kontraktor lain” jalas Ganda.

Khusus untuk kelanjutan proyek tol SuMo, WIKA akan masuk dalam konsorsium dengan PT Jasa Marga Tbk untuk mengambil porsi sebanyak 75 persen saham PT Marga Nujyasumo Agung (MNA), pelaksana proyek tol SuMo. Pihak WIKA sendiri mengaku sudah setuju dengan tawaran untuk mengambil maksimal 20 persen dari jumlah tersebut. “Besok MNA akan minta persetujuan kreditur, baru setelah itu kita ajukan ke Menteri PU” terang Bintang. Sindikasi perbankan yang bertindak menjadi kreditur proyek SuMo adalah Bank BNI, BRI dan Bank Bukopin.

Tahun 2008 lalu, memang pernah terjadi konfik dalam proyek ini. Kala itu pemilik konsesi Sumo PT Marga Nujyasumo Agung, berencana menjual sebagian besar sahamnya karena mengalami kesulitan pendanaan. Proses pembebasan lahannya pun kemudian dihentikan oleh P2T (Panitia Pembebasan Tanah). PT Wijaya Karya yang juga bertindak sebagai kontraktor proyek, akhirnya menyampaikan minatnya mengakuisisi proyek ini.

Namun disaat yang sama, PT Moeladi sebagai pemegang saham utama PT Marga Nujyasumo Agung (MNA) juga menawarkan sahamnya kepada JSMR. Bahkan akhirnya terjadi kesepakatan antara PT Marga Nujyasumo Agung dengan JSMR, dan kemudian dilakukan due diligent oleh JSMR. Kontan saja hal tersebut membuat PT Wijaya Karya merasa dilangkahi oleh JSMR. Namun belakangan akhirnya diputuskan adanya pembagian porsi kepemilikan saham tersebut oleh kreditur. Kepala BPJT, Nurdin Manurung, beberapa waktu lalu juga telah menyatakan bahwa, kelayakan atas konsorsium baru tersebut di dasarkan atas dua hal, yakni konsorsium baru tersebut disetujui oleh sindikasi perbankan, dan kedua konsorsium baru tersebut tidak sedang dalam masalah hukum.

Selain upaya melanjutan proyek to SuMo, tahun ini WIKA memang memiliki beberapa proyek baru serta rencana akuisisi baru. Untuk proyek tolnya, WIKA juga akan mengembangkan tol road Marga Kunciran-Cengkareng dan Rallink (Manggarai-Bandara Cengkareng). Untuk proyek power plant, WIKA berencana membangun IPP Geothermal Tampomas di Tanjung Priuk. Selain itu WIKA juga berencana untuk mengakuisi sebuah kontraktor tambang di Kalimantan Timur. “Saat ini kita masih tahap due diligent” ujar Ganda.

Proyek lain yang juga tengah dijajaki WIKA adalah pembangunan pabrik penyaringan aspal di Buton. Saat ini WIKA tengah melakukan pembicaraan dengan beberapa pihak potensial termasuk PT Sarana Karya maupun PT Timah untuk melakukan sinergi. Nilai investasi awal pembangunan pabrik ini, rencananya akan memakan biaya Rp 50 miliar. Di Buton sendiri diperkirakan memiliki cadangan aspal sebesar 50-80 juta ton. Jika pabrik ini terealisasi diperkirakan kapasitasnya sebesar 200 ribu ton per tahun. “Kita senang investasi usaha baru seperti Wika Beton dulu yang ternyata sangat bagus” kata Bintang.

Tak cukup sampai disitu, WIKA juga tengah merencanakan untuk mengembangkan proyeknya di Aljazair. WIKA mengakui telah mendapat tawaran dari Aljazair untuk membangun jembatan dengan nilai investasi Rp 300-500 miliar. Sebelumnya WIKA memang telah memulai perluasan usahanya ke Aljazair dengan pembangunan East West Motorways. Proyek ini sendiri telah memakan dana Rp 92 miliar dari dana IPO, yang termuat dalam realisasi penggunaan dana IPO per Desember 2008.

Dari IPO nya sendiri, WIKA mendapatkan dana sebesar Rp 759.587.000.000. Dalam realisasi penggunaan dan IPO per Desember 2008, juga terdapat penggunaan dana Rp 107 miliar untuk proyek PLTU Labuhan dan Indramayu, Rp 45 miliar untuk proyek gedung The Adhiwangsa. Selain itu juga ada laporan penggunaan dana proyek PLTGU Muara Karang sebesar Rp 45 miliar dan Rp 145,428 miliar untuk PLTU II Sulut. Untuk PLTU Sulut sendiri diakui WIKA penyerapan dananya belum 100 persen, karena proyeknya masih berjalan. Untuk pengembangan proyek infrastruktur WIKA telah menggunakan dana Rp 18 miliar. Dana tersebut untuk penyertaan modal disetor pada PT Marga Kunciran Cengkareng. Total realisasi penggunaan dana IPO mencapai Rp 452,428 miliar.

Dengan banyaknya proyek akan dikerjakan, tahun 2009 ini WIKA memproyeksikan memperoleh omset kontrak sebesar Rp 16 triliun. Selain itu WIKA juga memproyeksikan penjualannya mencapai Rp 7,5 triliun, dengan laba bersih 175 miliar. Tahun 2008 lalu, WIKA mendapat omset kontrak sebesar 15 triliun, dengan prognosa penjualan Rp 6,5 triliun serta prognosa laba bersih Rp 144 miliar dari target laba bersih Rp 167 miliar. Menurut Bintang, penurunan laba bersih 2008 dari target dikarenakan adanya peraturan perpajakan yang baru. “Kita sebelumnya mengacu pada pajak 30 persen dari laba atau 1,2 persen terhadap sales” ujarnya. Namun menurutnya, setelah ada peraturan baru pajak final 3 persen dari sales, maka labanya jadi tergerus 1,8 persen. Sumbangan terbesar pada penjualan WIKA sendiri adalah, dari usaha infrastruktur konstruksi sebesar Rp 4,5 triliun. Sementara itu posisi pinjaman WIKA saat ini adalah Rp 230 miliar. Pada perdagangan saham kemarin saham WIKA ditutup stagnan pada level Rp 205 per lembar.

No comments:

Blog Archive