Friday, November 21, 2008

UTANG INDORAMA MASIH USD 33 JUTA

JAKARTA – Indorama Synthetics Tbk (INDR) masih punya kewajiban pada International Financial Corporation, Washington, sebesar USD 33 juta. Jumlah ini akan jatuh tempo pada tahun 2012. “Total pinjaman dari IFC sendiri adalah sebesar USD 48 juta, tapi kini hanya tinggal USD 33 juta saja” demikian yang disampaikan oleh V.S.Baldwa, Finance Director PT Indorama Tbk pada acara public expose, Jumat (21/11).

Namun meski begitu Baldwa yakin Indorama tidak akan kesulitan dalam memenuhi kewajiban tersebut. Menurutnya saat ini Indorama memiliki tren yang positif. Dari laporan keuangan Q3 2008 tercatat bahwa total net sales Indorama mengalami kenaikan sebesar 19 persen. Sebelumnya pada tahun 2007, net sales Indorama adalah sebesar USD 370,4 miliar, namun kini telah mencapai USD 441,1 miliar. Namun net profit yang dibukukan sampai Q3 2008 ternyata mengalami penurunan menjadi sebesar USD 2,2 miliar. Jumlah ini turun 1,8 persen dari 2007 yang mencapai USD 2,24 miliar. Adanya penurunan ini diakui Baldwa sebagai akibat dari gejolak ekonomi global saat ini. Terjadinya krisis keuangan telah memicu kenaikan-kenaikan harga, seperti harga minyak yang membuat production cost Indorama menjadi lebih tinggi. Karena hal inilah Indorama pada 2009 belum bisa menargetkan adanya pertumbuhan usahanya. Capital expenditure tahun 2009 juga belum bisa dipastikan jumlahnya oleh INDR. “Kita hanya akan fokus untuk maintain apa yang sudah kita capai sekarang, karena pasar masih sulit” jelas Baldwa. EBITDA INDR pada Q3 2008 adalah sebesar USD 28,2 miliar, meningkat 2,9 persen dari 2007 yang sebesar USD 27,4 miliar.

Indorama sendiri cukup optimis bahwa krisis yang terjadi sekarang tidak akan banyak berpengaruh pada operasional perusahaannya karena telah memiliki economic power plan untuk selalu memenuhi commitment. Selain itu dengan penerapan sistem pembayaran menggunakan Dollar baik untuk pasar dalam negeri maupun ekspor, membuat penjualan Indorama tak terlalu banyak mengalamai risiko currency. Kebijakan in telah diterapkan sejak tahun 1998 pasca terjadinya krisis moneter kala itu. Hal inilah yang membuat INDR yakin penjualan hingga akhir tahun ini akan mengalami kenaikan sebesar 10 persen sampai 15 persen.

Steady Industry

Saat ini porsi penjualan Indorama untuk ekspor adalah 60 persen dan untuk pasar dalam negeri sebesar 40 persen. Saat ini ada 80 negara yang menjadi tujuan ekspor Indorama.“Industri kita adalah industri yang cukup steady perkembangannya, namun kita adalah salah satu dari sunrise industry” kata Baldwa.

Indorama adalah perusahaan yang bergerak di bidang petrochemical business. Salah satu produk andalannya adalah produksi polyester yang permintaannya semakin mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Polyester sendiri adalah bahan baku dalam industri tekstil dan packaging setelah sebelumnya digunakan cotton namun kini sudah mulai ditinggalkan.

Tahun 2008 ini Indorama telah menyelesaikan beberapa proyek investasi antara lain pembangunan pabrik spunyarn di Purwakarta, dan penggantian alat-alat produksi dengan yang baru.

Ditanya Mengenai harga saham ASDR, Baldwa mengatakan harga tersebut sama sekali tidak mencerminkan fundamental perusahaan. “Harga saham itu kan lebih dipengaruhi sentimen pasar, perusahaan kita cukup kuat dan berada pada top level dunia untuk industri ini” jelasnya. Komposisi kepemilikan saham INDR saat ini adalah 42 persen milik public, 38 persen milik PT Irama Unggul, 13 persen milik Indorama International, dan sisanya 7 persen milik IFC.

Analis

Pada perdagangan saham di lantai bursa kemarin (21/11), saham INDR ditutup pada level RP 480 per lembar saham, dengan nilai perdagangan mencapai 6 juta. Ketut Tri Bayuna dari PT Bali Securities mengatakan bahwa dengan adanya economic downturn pasti juga akan berpengaruh pada ekspor tekstil. Industri tekstil adalah industri yang memiliki cost of production yang tinggi. Hal ini tentu akan berpengaruh pada penjualannya. Apalagi dengan adanya system pembayaran dengan dollar, justru akan memicu macetnya permintaan dan pembayaran akibat selisih currency yang tinggi. Menurut Ketut pertumbuhan di tahun 2008 ini secara umum industri akan mengalami kenaikan pertumbuhan 50 persen dari tahun 2007. “Namun untuk tahun 2009, ini adalah tahun yang critical” jelasnya. Meskipun begitu ia tetap yakin untuk tahun-tahun berikutnya, industri ini akan mengalami perbaikan. Untuk investor Ketut menyarankan agar HOLD karena dalam jangka panjang INDR cukup bagus.

No comments: