Wednesday, February 4, 2009

MASIH PERLUKAH BUYBACK?

JAKARTA – Kebijakan buyback yang diberikan oleh Bapepam sejak meluasnya dampak krisis keuangan global lalu, ternyata masih belum dimaksimalkan oleh beberapa emiten. Hal tersebut terbukti dari masih adanya 8 emiten yang belum merealisasikan program buybacknya.

Dalam siaran pers oleh Bapepam (3/2/2009), ternyata masih ada 8 emiten yang belum merealisasikan buybacknya. Selain itu juga tercatat 5 emiten mengajukan perpanjangan program buyback. Dari delapan emiten yang belum melakukan buyback tersebut, sebanyak 5 emiten bahkan sudah lewat masa periode buybacknya. Dari kelimanya emiten tersebut juga tercatat Kimia Farma dan PT Timah yang notabene merupakan BUMN.

Dengan melihat kondisi pasar yang sudah mulai membaik, maka tak heran jika banyak pihak yang kemudian mempertanyakan efektfitas jika kebijakan buyback tetap dilakukan. Memang selama ini banyak perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia yang memanfaatkan fasilitas buyback oleh Bapepam. Semenjak terpaan badai krisis keuangan global pada medio 2008 lalu, Bapepam memang memberikan “legalitas” untuk melakukan buyback bagi emiten. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengurangi dampak pasar yang berfluktuasi secara signifikan. 

Namun begitu, usai proses buyback periode pertama dilakukan, banyak yang mempertanyakan efektifitas buyback yang dilakukan oleh beberapa emiten termasuk emiten BUMN. Menurut pengamat pasar modal, Daniel Listiadi, dari beberapa program buyback yang selam ini dilakukan, hanya PTBA yang terlihat signifikan manfaat buybacknya, sedang saham emiten-emiten lainnya ternyata masih berada dalam tekanan.

Ia sendiri menilaiprogram buyback yang banyak dilakukan saat ini memang sedikit special. Hal itu karena kebijakannya agak sedikit diperlonggar oleh otoritas bursa, mengingat kondisi bursa memang masih dalam tekanan. Namun menurutnya, jika dilihat lebih jauh lagi, selama ini rasio antara jumlah maksimal saham yang akan dibuyback dengan dana yang disediakan untuk buyback, masih sangat jauh. 

Menurut Daniel, kondisi sekarang agaknya berbeda karena bapepam banyak memberikan support. “Nampaknya mereka ingin menjaga valuasi saham-saham BUMN” jelasnya. Ia menambahkan bahwa kebijakan buyback ini sepertinya dilakukan untuk penyelamatan saham-saham BUMN. 

Jika diperhatikan lagi, memang selama ini program buyback yang dilakukan oleh banyak emiten, terbilang berjalan lambat dan realisasinya tidak terlalu signifikan. Daniel memperkirakan bahwa hal-hal yang membuat hal tersebut terjadi adalah bahwa volatilitas harga di pasar ternyata sudah mulai terangkat naik dengan sendirinya. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa jika kondisi ini terjadi, bisa saja emiten menghentikan program buybacknya. “Lebih baik dana yang masih tersedia digunakan untuk investasi usaha lain” jelasnya.

Hal lain yang juga mempengaruhi kebijakan buyback adalah bahwa, kondisi keuangan dan kinerja sektor emiten masing-masing, masih dalam tekanan. Sehingga yang terjadi selama ini porsi buyback yang terealisasi agak kurang. Seperti contoh Kimia Farma yang masih belum ada realisasi buybacknya. “Bisa saja karena melihat pergerakan sahamnyasudah agak bagus dengan sendirinya, maka buyback tidak direalisasikan” ungkapnya. Namun jika dilihat dari sektor farmasi, ia menilai hanya KLBV yang masih rekomendasi untuk buy.  “Emiten lainnya masih mengalami hambatan” katanya.

Secara umum Daniel memperkirakan kondisi pasar modal indonesia ke depan, baru akan mencapai peak up pada kuartal 2 2009. Namun hal tersebut masih harus menunggu implementasi paket stimulus dari beberapa negara, khususnya amerika. “Kondisi ekonomi global saat ini memang masih melemah, namun di level nasional, dengan adanya tren pemangkasan BI rate, dan autorejection yang baru, nampaknya akan memberikan dampak yang signifikan” pungkasnya. 

No comments: