Sunday, February 1, 2009

HOLCIM JAMIN TAK ADA PENGHENTIAN PABRIK

JAKARTA – PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) menjamin bahwa kondisi perseroan saat ini masih cukup kuat. Hal tersebut disampaikan oleh Manajer Komunikasi SMCB, Budi Primawan ketika ditanya mengenai kemungkinan penghentian sementara kegiatan pabrik perseroan akibat gejolak ekonomi global.

Hal ini terkait dengan adanya kabar bahwa Holcim Ltd untuk mempertimbangkan menutup beberapa pabriknya di Holcim Philippines Inc akibat turunnya demand. Dalam keterbukaan informasi yang disampaikan di Philipine Stock Exchange (26/1) lalu, pihak Holcim Philipines Inc mengkonfirmasi kebenaran substansial pernyataan COO Holcim, Ian S Thackwray. Ian S Thackwray sempat mengatakan ada kemungkinan penghentian sementara kegiatan pabrik semen Holcim di Philipina akibat slow demand. Ian sendiri juga mengatakan bahwa, jika hal tersebut jadi dilakukan, pihaknya menjamin tidak akan ada layoff karyawan.

Dalam kaitannya dengan berita tersebut, Budi Primawan meyakinan bahwa saat ini demand nasional terhadap produk semen masih ada. Ia sendiri mengatakan bahwa kinerja perseroan tahun lalu cukup bagus, walaupun ia bersedia menyebut angka pasti. “Tapi semua terefleksi dari kinerja Q3 2008 yang cukup baik, pasti naik” ujarnya kepada Indonesia Business Today, Minggu (1/2). Dari laporan Q3 2008, SMCB mencatat penjualan di atas Rp 3 triliun dan laba bersih Rp 546,868 miliar, semuanya naik dari 2007.  

Lebih lanjut untuk pembangunan pabrik ketiga di Tuban, Budi mengakui bahwa kemungkinan tidak akan terealisasi tahun ini. Hal tersebut karena kondisi masih sulit sehingga terjadi penundaan. Penundaan ini sendiri terjadi karena pembengkakan biaya pembangunan pabrik akibat adanya kenaikan harga baja. Diperkirakan pembengkakan mencapai 25-43 persen dari anggaran dana semula yakni USD 420 juta. Sebelumnya SMCB memiliki dua pabrik yang berlokasi di Cilacap, Jawa Tengah dan Narogong, Bogor, Jawa Barat. Dari kedua pabriknya tersebut, SMCB memiliki total kapasitas produksi sebesar 7,9 juta ton. 

Dari data Indonesia Cement Statistic, tahun 2007 lalu market share domestik SMCB sebesar 14,6 persen. Berada diurutan kedua dibawah Semen Gresik dengan 21,7 persen. Target market share tahun ini, Budi mengatakan juga belum tahu. “Yang jelas rencana pembangunan pabrik di Tuban adalah upaya kita memperkuat pasar domestik” ujarnya. Diperkirakan jika pabrik Tuban terealisasi, maka akan menambah kapasitas produksi semen SMCB menjadi 10,5 juta ton sampai 2011. Selama ini pasar semen SMCB memang dominan di dalam negeri. Ekspor dilakukan hanya jika ada kelebihan, untuk membantu pabrik Holcim lainnya di luar negeri.

Untuk rencana merger dengan anak usaha PT Semen Dwima Agung, Budi mengatakan realisasinya mungkin tidak tahun ini. “Merger ini hanya untuk penyederhanaan administratif saja” ujarnya. Terkait dengan harga saham SMCB sejauh ini, Budi mengaku cukup puas karena terjadi tren kenaikan. Karena itulah ia mengatakan bahwa SMCB belum memiliki rencana untuk melakukan buyback atas sahamnya. Saham SMCB pada perdagangan Jumat, (30/1) ditutup menguat 0.02 persen ke level Rp 580 per lembar saham.

David Cornelis/Pengamat Pasar Modal
Dengan adanya pemangkasan BI rate memang proyeksinya akan lebih atraktif bagi seluruh industri karena perubahan di sisi makro akan berpengaruh ke mikro. Namun tentunya butuh penyesuaian, ada 'time lag'nya. Biasanya berkisar 1-2 bulan. Secara umum akan memberi efek katalis dan sentimen yg positif, terutama ke industri manufaktur, semen, dan terkahir ke sektor property. Pertumbuhan penjualan semen di tahun 2008 masih double digit sekitar 13%. Untuk proyeksi 2009 kurang lebih akan flat atau cenderung turun karena tipisnya margin. Risiko yang muncul adalah terhambatnya kredit yang didapat. Urutannya preferensi untuk investor semen adalah INTP SMCB SMGR. SMCB sebenarnya lebih atraktif, walaupun dari sisi debt to equity ratio masih lebih tinggi dari peersnya (INTP,SMGR).



No comments: